Ladiestory.id - Beberapa waktu lalu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memaparkan data bahwa kasus diabetes pada anak meningkat hingga 70 kali lipat di tahun ini, jika dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu pada 2010. Tentu ini menjadi cambukan bagi para orang tua untuk lebih memahami apa itu diabetes dan bagaimana anak bisa terkena masalah kesehatan yang satu ini.
Dalam Instagram Live Teman Parenting bersama dokter spesialis anak, Andi Nanis Sacharina, ia menjelaskan kalau dulu masih banyak anggapan anak-anak tidak bisa terkena diabetes. Seiring berkembangnya zaman dan kemudahan mendapatkan informasi, orang-orang pun sekarang mulai semakin sadar kalau anak-anak juga bisa terkena diabetes selayaknya orang dewasa.
“Sebetulnya yang dijelaskan itu adalah angka prevalensi, ya. Angka prevalensi itu adalah angka kejadian anak diabetes baru dan lama,” ungkapnya.
Kendati demikian, dr. Nanis menganggap angka tersebut belum tercatat dengan baik karena data yang diambil masih di kota-kota besar.
“Nah, yang di daerah-daerah yang pencatatannya tidak sampai atau tidak terdiagnosis itu pasti juga ada yang terlewat. Jadi, mungkin saja (angkanya) malah bisa lebih tinggi," terangnya.
Infeksi Virus Bisa Jadi Pencetus Diabetes Tipe 1 pada Anak
Menurut Nanis, ada 2 tipe diabetes, yang pertama diabetes tipe 1 dan yang kedua diabetes tipe 2. Dari kedua jenis tersebut, anak-anak paling sering mengalami diabetes tipe 1, yakni sekitar 90-95%.
“Pada kondisi ini, sel kekebalan tubuh anak menyerang sel beta pankreasnya sendiri karena dianggap sebagai benda asing. Jadi, yang seharusnya sel beta pankreas itu mengeluarkan insulin, yang bertugas untuk menurunkan kadar gula darah, tidak bisa dikeluarkan lagi karena dirusak oleh sel-sel tubuhnya sendiri,” ungkap Nanis kepada Teman Parenting.
Selain itu, diabetes tipe 1 juga dikaitkan dengan faktor predisposisi genetik. Dengan kata lain, anak memiliki bakat genetik untuk terkena diabetes. Hanya saja, itu bukanlah faktor mutlak dan perlu ada faktor pencetus. Dokter Nanis menyebutkan, infeksi virus merupakan yang paling banyak mencetuskan risiko diabetes tipe 1 pada anak.
“Kalau dia punya bakat, tetapi tidak ada faktor pencetusnya, bisa saja dia tidak kena diabetes seumur hidup. Tapi kalau tiba-tiba kena pencetus, seperti infeksi virus, bisa jadi muncul gejala diabetes," terangnya.
Saat virus masuk ke dalam tubuh dan bentuknya mirip dengan sel beta pankreas, sel kekebalan tubuh pun akan mengira keduanya adalah benda asing dan dirusak. Alhasil, sel beta pankreas yang dianggap virus tidak bisa lagi menghasilkan insulin.
Diabetes tipe 2 sendiri lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Penyebabnya tidak lain adalah gaya hidup yang buruk. Sayangnya, meningkatnya kasus kegemukan dan obesitas pada anak juga memicu meningkatnya faktor risiko diabetes tipe 2. Bahkan saat ini, ujar Nanis, tidak menutup kemungkinan seseorang terkena diabetes tipe 1 dan 2 secara bersamaan.
Diabetes Tidak Langsung Ada Gejala
Diabetes termasuk dalam penyakit kronis, yang perjalanannya pelan-pelan, bukan penyakit yang serta merta muncul.
“Ada fase di mana tidak menimbulkan gejala, kemudian dia muncul. Jadi kalau sudah muncul, berarti dia sudah berjalan cukup lama, sekitar 6 bulan atau 1 tahun sebelumnya,” jelas Nanis saat diwawancara. Karenanya, orang tua perlu tahu apa saja gejala diabetes agar bisa segera mendapatkan penanganan.
Orang tua perlu curiga jika:
- Anak yang awalnya tidak pernah ngompol, tiba-tiba ngompol lagi.
- Anak cenderung lebih lemas, tidak bergairah, tidak seperti biasanya, dan kurang aktif.
- Anak jadi sering haus karena sering buang air kecil.
- Anak sering kelaparan dan makan, tetapi berat badannya tidak naik.
Pada anak dengan risiko diabetes tipe 2, salah satu ciri tanda khas yang terlihat adalah munculnya penebalan kulit dan lebih itam di area belakang leher, ketiak, dan lipatan paha. Biasanya, ini terlihat pada anak yang cenderung kegemukan maupun obesitas. Tanda tersebut kerap disalahartikan sebagai daki.
“Itu bukan daki, tetapi tanda anak sudah mulai resisten dengan insulin,” jelas Nanis.
Terakhir, anak-anak yang lahirnya kecil juga berisiko mengalami diabetes. Jadi jika anak berat lahirnya kurang dari 2.500 gr dan panjang lahirnya kurang dari 48 cm, kemudian setelah lahir berat badannya naik terlalu cepat, perlu dipantau secara saksama.
Diabetes pada Anak Belum Bisa Disembuhkan, tetapi Bisa Dikontrol
Sampai saat ini, belum ditemukan terapi definitif yang betul-betul mampu mengembalikan fungsi pankreas, sehingga yang ada sekarang baru membuat gula darah atau metabolik terkontrol. Untuk itu, tindakan preventif adalah yang utama dalam memerangi diabetes pada anak.
Salah satu pencegahan yang bisa dilakukan oleh orang tua sejak dini ialah imunisasi. Jadi, risiko anak tertular infeksi jadi berkurang. Orang tua juga harus selalu memonitor pertumbuhan anak, menjaga berat badan anak naik sesuai usia dan tinggi badan, serta menerapkan gaya hidup sehat, seperti olahraga dan tidur cukup.
Bila ternyata anak didiagnosis diabetes, ini bukanlah akhir dunia. Nanis menyarankan, orang tua tidak boleh panik dan atur napas terlebih dahulu. Setelah tenang, dengarkan saran dokter dan cari informasi sebanyak-banyaknya tentang diabetes.
Bila anak didiagnosis diabetes tipe 1, maka:
- Ia sudah harus mulai disuntik insulin.
- Atur pola makan, terutama karbohidrat, menyesuaikan dosis insulin yang diberikan.
- Perlu melakukan pemeriksaan gula darah 4-7 kali dalam sehari.
- Mengatur aktivitas fisik.
Nanis merasa sudah ada titik cerah dalam penanganan diabetes pada anak karena dokter-dokter yang terlibat dengan penyakit endokrin anak juga sudah mulai tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Ia pun berharap kedokteran di Indonesia akan semakin maju agar obat diabetes ke depannya tidak perlu disuntikkan lagi.
“Yang lebih tidak invasif adalah diberikan dalam bentuk pompa, cuma memang harganya masih relatif mahal,” tutupnya.