1. Lifestyle
  2. Waspada, Toxic Masculinity Hambat Kesetaraan Gender di Lingkungan Kerja
Lifestyle

Waspada, Toxic Masculinity Hambat Kesetaraan Gender di Lingkungan Kerja

Waspada, Toxic Masculinity Hambat Kesetaraan Gender di Lingkungan Kerja

Ilustrasi toxic masculinity. (Special)

Ladiestory.id - Toxic masculinity adalah anggapan mengenai perilaku laki-laki yang terbentuk oleh masyarakat atau sosial. Hal ini berdampak negatif terhadap operasional perusahaan, sehingga harus dibenahi. 

Toxic masculinity ini merupakan anggapan yang salah kaprah tentang bagaimana seorang laki-laki harus bersikap. Seperti misalnya anggapan di masyarakat bahwa laki-laki tidak boleh menangis,” ujar Maya Juwita, Direktur Eksekutif, Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE). 

Menurut Maya, anggapan tradisional maskulinitas tersebut bisa mendorong perilaku negatif di tempat kerja.

Dampak dari toxic masculinity adalah adopsi perilaku negatif pada laki-laki yang berbahaya bagi perempuan, masyarakat maupun laki-laki itu sendiri. 

Bentuk adopsi perilaku negatif ini bisa berupa tampilan dominasi yang tidak diinginkan, pengambilan risiko yang tidak bertanggung jawab dan kebencian terhadap perempuan. Lebih lagi, perilaku bias yang negatif ini bisa tertanam dalam bawah sadarnya. 

Chief Human Resources Officer FWD Insurance Indonesia, Rudy Manik, menambahkan, tantangannya adalah terkadang laki-laki terperangkap dalam situasi di mana mereka harus memenuhi tuntutan yang harus dicapai, sehingga menimbulkan perilaku toxic masculinity

Oleh karena itu, untuk mengubah budaya organisasi agar lebih setara harus datang dari pimpinan perusahaan. 

“Kita tentukan dahulu perilaku apa yang harus ditampilkan, baik pada saat berinteraksi, berkompetisi, dan penyampaian target kinerja, dan itu semua dimulai dari atas,” tambahnya. 

Sementara itu, Plt Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Indra Gunawan, mengatakan, masih banyak tantangan yang dihadapi, terutama untuk menghilangkan batasan-batasan norma sosial budaya yang bisa menghambat perempuan. 

“Kita juga perlu banyak belajar dan berproses untuk memahami isu-isu gender serta kebutuhan perempuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang setara,” ungkapnya. 

Survei Toxic Masculinity 

IBCWE meluncurkan hasil survei mengenai toxic masculinity yang dilakukan pada Februari 2022. Tujuannya untuk memotret peran maskulinitas salah kaprah dalam dinamika kesetaraan gender di tempat kerja. 

“Survei ini memetakan 10 toxic masculinity yang ada di dunia kerja di Indonesia dan kebanyakan responden setuju dengan adanya maskulinitas salah kaprah ini. Artinya masyarakat Indonesia pada umumnya masih memiliki standar yang sulit dicapai oleh laki-laki," kata Maya Juwita.

“Standar yang tidak dapat dicapai inilah yang bisa mendorong perilaku atau atau budaya kerja yang negatif. Seperti misalnya budaya kerja saling sikut, mendahulukan pekerjaan atau tidak pernah mengakui kesalahannya,” lanjutnya.

Hasil survei toxic masculinity oleh IBCWE. (Special)

Lelaki Turut Serta 

Keterlibatan dan dukungan dari semua gender sangat penting agar keberagaman dan inklusi di tempat kerja tercapai. 

Penelitian global dari Boston Consulting Group menunjukkan, ketika laki-laki terlibat langsung dalam keberagaman gender, baik laki-laki maupun perempuan, percaya bahwa perusahaan mereka membuat kemajuan yang jauh lebih besar dalam mencapai kesetaraan gender. 

Data memperlihatkan bahwa perusahaan di mana laki-laki secara aktif terlibat dalam program inklusi gender, 96 persen melaporkan kemajuan, dibandingkan dengan 30 persen perusahaan di mana laki-laki tidak terlibat. 

Namun, perusahaan cenderung hanya fokus pada perubahan perempuan daripada memecahkan struktural sistemik yang menyebabkan hak istimewa laki-laki dan menegakkan perilaku laki-laki. 

Maka dari itu, IBCWE dan didukung oleh Kemen PPPA meluncurkan Kampanye Lelaki Turut Serta yang diikuti oleh perwakilan laki-laki dari perusahaan anggota IBCWE. 

Kampanye ini berfokus pada empat hal utama untuk menunjukkan keterlibatannya dalam kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, yaitu komitmen, pengembangan kompetensi terkait kesetaraan gender di tempat kerja, jejaring, dan advokasi. 

Topics :
Artikel terlalu panjang? klik untuk rangkuman :
Bagikan Artikel