Ladiestory.id - Lima tahun lalu Saipul Jamil dijatuhi vonis penjara karena terbukti melanggar pasal 292 KUHP tentang perbuatan cabul karena mencabuli korban yang tinggal di rumahnya. Beberapa waktu yang lalu pun, berita akan bebasnya sang penyanyi dangdut itu sempat santer diberitakan oleh berbagai media.
Mirisnya, pelecehan seksual terhadap anak masih sering terjadi. Bahkan, bisa saja dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Seperti berita tentang pencabulan tiga orang anak oleh ayah kandungnya sendiri, yang belum lama ini menjadi trendic topic di media sosial.
Dalam artikel kali ini, kita akan membahas strategi untuk melindungi anak dari pelecehan seksual.
Anak-anak merupakan Pihak yang Rentan
Anak-anak dan remaja merupakan generasi penerus bangsa kita. Mereka-mereka ini yang nantinya akan menggantikan peran kita dan menjalankan roda di segala sendi kehidupan.
Namun di sisi lain, anak-anak merupakan pihak yang rentan. Kemampuan berpikir serta perkembangan emosi mereka masih belum matang seutuhnya. Mereka masih sangat tergantung dengan bimbingan dari orang dewasa.
Sering kali mereka pun sulit mempertahankan diri dari ancaman yang ada di lingkungan. Termasuk bentuk-bentuk kekerasan yang sering menjadikan anak sebagai korbannya.
Mari kita pahami dulu apakah itu yang dimaksud dengan pelecehan seksual? Apa saja bentuk dan perilaku yang termasuk dalam pelecehan seksual?
Apa Itu Pelecehan Seksual?
Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila seseorang menggunakan anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan seksual.
Jadi kekerasan atau pelecehan seksual ini tidak terbatas pada hubungan seks saja. Tetapi juga segala tindakan yang mengarah kepada aktivitas seksual terhadap anak-anak.
Bentuk dan Perilaku Pelecehan Seksual
Ketika anak tidak dicegah untuk melihat konten pornografi yang tentunya belum sesuai dengan kematangan usianya, ini pun termasuk dalam bentuk kekerasan seksual. Termasuk ketika anak yang dijadikan objek seksual.
Ini dia yang sering terjadi dalam kasus-kasus kekerasan seksual secara digital, dimana anak di bawah umur diminta atau diiming-imingi untuk berpose tidak senonoh, mengirimkan foto dirinya tanpa busana atau video call sambil melakukan aktivitas seksual.
Kekerasan seksual pada anak cenderung menimbulkan trauma. Dampak ini sangat memengaruhi aspek hidup lainnya pada anak, seperti konsep dirinya, kehidupan akademisnya di sekolah dan pergaulan sosialnya.
Jika tidak ditangani hingga tuntas, trauma ini bisa berpengaruh hingga anak tumbuh dewasa. Dalam beberapa kasus, secara sadar korban sudah tidak mengingat lagi peristiwa pelecehan seksual yang pernah terjadi ketika ia kecil. Namun korban kerap mengalami masalah, misalnya sulit menjalin relasi dengan orang lain, masalah terkait seksualitas dan lain sebagainya.
Strategi Mencegah Pelecehan Seksual pada Anak
Tentunya kita semua tidak pernah menginginkan pelecehan seksual terjadi pada anak-anak yang kita sayangi. Ini dia tips yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual pada anak.
1. Bangun Konsep Diri Positif pada Anak
Konsep diri positif ini meliputi, perasaan diri berharga, mencintai dan menyayangi diri sendiri, bisa menerima diri sendiri, merasa cakap dan mampu, merasa dicintai dan didukung, merasa layak dan berharga untuk sukses.
Dengan adanya konsep diri positif, anak merasa dirinya berharga sehingga ia akan lebih bisa mempertahankan dirinya ketika menghadapi hal yang tidak nyaman.
Dengan demikian, anak akan lebih berani untuk menolak, untuk berkata TIDAK ketika ada orang lain, bahkan orang dewasa, yang ingin melakukan sesuatu yang tidak membuatnya nyaman.
2. Ajarkan Pendidikan Seksual Sejak Dini
Bahasan mengenai seksualitas memang perlu diperkenalkan kepada anak sedini mungkin. Tentunya dengan bahasan yang sesuai dengan tahap usia anak. Idealnya pendidikan seksual bukan berupa informasi lisan saja, namun diterapkan dalam kebiasaan sehari-hari.
Misalnya mengenai menjaga kebersihan tubuh dan organ kelamin, sentuhan di bagian mana yang dianggap aman dan mana yang tidak aman, siapa saja yang boleh menyentuh bagian tubuh tertentu (misalnya ayah atau ibu ketika memandikan, atau dokter ketika sedang memeriksa.
Tentunya dengan didampingi orangtua), tentang privasi (perbedaan kamar mandi anak laki-laki dan perempuan, membiasakan berpakaian sopan sesuai tempat, tidak ganti baju atau buang air di sembarang tempat).
Berbagai media bisa digunakan untuk memberikan edukasi kepada anak. Misalnya lewat video, gambar atau cerita. Pendidikan seksual juga bisa diberikan dengan mendampingi anak ketika menyaksikan tayangan atau permainan.
Di sini orangtua bisa menjelaskan bahwa apa yang dilihat anak adalah fiksi dan tentunya berbeda dengan realita sebenarnya.
Ketika anak tidak mendapatkan pendidikan seksual atau informasi mengenai seksualitas yang memuaskan dari orang tuanya, ia akan mencarinya dari sumber lain yang mungkin kurang sesuai.
3. Jalin Relasi yang Aman dan Hangat dengan Anak
Pastikan bahwa orangtua bisa menjadi sumber rasa aman bagi anak. Dengan demikian anak bisa merasa terlindungi dan nyaman ketika bercerita kepada orang tua.
Jangan sampai anak tidak mendapatkan perasaan ini dari orangtua, lalu mencarinya ke orang lain yang bisa saja justru memanfaatkan mereka untuk hal-hal yang tidak baik. Misalnya menjadi objek pemuas nafsu seksual.
Sering kali pelaku pelecehan seksual pada anak mengancam dan memanipulasi anak agar tidak menceritakan kejadian pelecehan seksual kepada orang lain. Pelaku bisa mengancam anak dengan berbagai skenario, misalnya :
- Pelecehan seksual terjadi karena kesalahan anak.
- Orang tua pasti akan marah kalau tahu apa yang terjadi dan anak akan dihukum.
- Pelaku akan menghukum anak jika anak membocorkan hal ini dan orang tua tidak akan bisa melindungi anak.
Jika skenario pelaku ini cocok dengan pengalaman yang pernah dilalui anak, maka akan akan dengan mudah mempercayai kata-kata pelaku dan tidak melaporkan kejadian tersebut kepada siapa pun.
Misalnya, anak sering kali langsung dimarahi oleh orang tuanya ketika anak melakukan kesalahan, tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan. Atau, orangtua tipe yang suka memberi hukuman fisik.
Oleh karena itu, pastikan anak paham bahwa kita sebagai orang tua pasti tetap menerima mereka apa adanya dan akan melindungi mereka dari tindakan-tindakan yang tidak sepatutnya, seperti pelecehan seksual.
Mari bangun kebiasaan untuk tidak serta merta marah atau menghukum tanpa memberi anak kesempatan menjelaskan. Bagaimanapun anak tetaplah manusia yang pasti tidak akan luput dari kesalahan.
Dengarkan anak, buat mereka paham bahwa meskipun mereka bisa berbuat kesalahan, mereka tetap berharga di mata orangtua.
4. Arahkan Anak dengan Nilai-Nilai yang Positif
Sedari kecil, anak perlu ditanamkan mengenai nilai dan norma yang positif. Seperti norma kesopanan, apa itu‘ menghargai’, bagaimana menghargai orang lain, juga menghargai diri sendiri.
Seperti yang sudah dipaparkan, informasi beredar dengan sangat cepat dan luas. Kita sebagai orang dewasa tidak bisa menghalau anak menggunakan internet dan teknologi. Tidak bisa 100 persen menyaring informasi yang diakses dan diterima oleh anak.
Namun ketika orangtua anak sudah menanamkan nilai-nilai kehidupan yang positif dalam diri anak, secara konsisten dan dilakukan sejak dini, maka hal ini akan menjadi belief dalam diri anak.
Dengan catatan, menanamkan nilai itu tidak bisa hanya secara lisan, melainkan perlu ada teladan dari praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian meskipun anak terpapar dengan konten yang mungkin tidak sesuai, ia paham apa yang harus dilakukan, atau minimal ia akan mencari orang tua untuk bertanya dan bercerita.
Demikian ulasan tentang pelecehan seksual, bentuk dan perilaku pelecehan seksual, serta tips untuk mencegah pelecehan seksual pada anak. Mari sama-sama mencegah pelecehan seksual, khususnya pelecehan seksual pada anak.
Erika Kamaria Yamin dapat dihubungi melalui:
Instagram: @erikakamaria @ideplus.id @tabytime.id
Email: [email protected]
website: www.ideplus.co.id