Ladiestory.id - Pagelaran fesyen, "International Modest Fashion Festival (IN2MOTIONFEST)" fashion parade sudah mulai diselenggarakan. Mengangkat tema "Local Product, Global Look", IN2MOTIONFEST 2022 akan dilaksanakan pada 5-9 Oktober 2022 secara hybrid (daring dan luring) dengan bertempat di Assembly Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta.
Fashion show hari pertama berhasil digelar dengan dibagi menjadi empat sesi fashion parade yang menampilkan beragam koleksi-koleksi dari 35 desainer. Keragaman produk fesyen muslim dan aksesoris Indonesia ditampilkan dalam perhelatan ini, antara lain kategori ready to wear deluxe, street wear dan syar'i evening wear (baju pesta/formal).
Salah satu desainer tanah air yang berkesempatan menampilkan koleksinya di IN2MOTIONFEST 2022 adalah Irna Mutiara. Pada kesempatannya kali ini, Irna memamerkan koleksi busana muslim dengan mengangkat konsep pakaian adat suku Mbojo dari Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia mengungkapkan alasannya mengangkat suku tersebut karena terinspirasi dari cara mereka dalam mengenakan hijab, yang menjadi salah satu ciri khas suku Mbojo. Namun, ia memodifikasi pakaian dan hijab tersebut agar terlihat lebih pendek dari aslinya.
“Jadi itu terinspirasi dari sebuah suku di Bima namanya Rimpu Mbojo yang saya lihat mereka punya kekhasan cara memakai hijab. Biasanya itu mereka juga festivalkan setiap tahun. Kebetulan orang-orang Bima yang kebetulan keturunan dari sana memakai kerudung seperti tadi (saat fashion parade) cuman saya modifikasi jadi lebih pendek, kalau aslinya lebih panjang karena satu sarung dia buat untuk kerudung gitu,” ujar Irna saat ditemui di kawasan Senayan, Rabu (5/10/2022).
“Mengingatkan juga bahwa di Indonesia ada sebuah suku yang memang sudah aware terhadap busana muslim. Mereka tuh ada 2 macam, kalau yang gadis mereka tutup wajahnya jadi hanya kelihatan matanya, kemudian yang sudah nikah dibuka. Jadi ada 2 macam, Rimpu Colo dan Rimpu Cili,” imbuhnya.
Ia menjelaskan bahwa koleksi yang dipamerkan dalam gelaran ini adalah menggunakan kain tenun dari Bima yang masih dibuat secara tradisional. Motif-motif tenun tersebut rata-rata bernuansa merah serta tosca yang kemudian ia gabungkan pula dengan warna hitam karena masih menjadi ciri khas pakaian adat dari provinsi tersebut.
“Semuanya tenun Bima, mereka membuat manual banget (tekniknya). Karena dibuatnya dengan alat yang sangat sederhana, satu buah tenun bisa satu bulan,” ucapnya.
“Jadi tenun itu ada motif kotak-kotak seperti yang tadi saya tampilkan, kemudian ada motif bunga-bunga yang memang warna-warnanya tuh antara warna merah, tosca saya menggabungkan dengan warna hitam karena sebenarnya pakaian adat dari NTB itu warna hitam,” sambung Irna.
Sebagai desainer, Irna selalu berpikir untuk menghasilkan karya yang berbeda dan terbaik dari desainer lain. Namun, terkadang persoalan waktu menjadi sebuah tantangan bagi dirinya. Selain menghasilkan karya yang terbaik, Irna juga sangat memikirkan pemakaian kain dalam proses pengerjaan karya-karyanya dan mengusahakan untuk mengurangi zero waste.
“Karena waktunya sempit, tadi tuh sebenernya bajunya sangat simple tidak memakai payet tidak memakai apa-apa, karena tenunnya sendiri sudah pekerjaan tangan. Jadi, akhirnya jahitnya lebih simple dan saya usahakan zero waste atau tidak ada kain yang terbuang dan tersisa,” terang Irna.
Selain dihadapkan dengan waktu, Irna mengaku dirinya juga ditantang untuk bisa memasangkan hijab ke para model sesuai dengan pakaian adat rimpu khas suku Mbojo. Yang mana berdasarkan penuturannya, pemakaian hijab tersebut tidak dibantu dengan penggunaan peniti ataupun jarum pentul.
“Dan saya juga pelajari cara masang kerudungnya karena berbeda. Kalau biasanya kan kerudung pakai peniti dan itu tanpa peniti sama sekali. Nah itu tadi lumayan hectic juga dibelakang panggung karena waktunya harus cepet sedangkan kita juga masih baru nyobain (lihat) di YouTube cara-cara memakai kerudung ala Rimpu. Lumayan agak deg-degan tapi Alhamdulillah selesai,” ungkapnya