Jawaban singkat atas pertanyaan mana yang lebih baik produk perawatan kulit organik atau kimia, cukup rumit. Tidak semudah mengoleskan pelembap di wajah. Begini penjelasannya.
Produk Kecantikan dengan Bahan Kimia
Satu hal yang pasti, tidak semua bahan kimia yang terdapat di dalam produk kulit berbahaya. Preservatif, misalnya, menjaga produk jauh dari bakteri-bakteri berbahaya. Bahkan ketika bahan utama dari produk itu tidak organik, bukan berarti ada sisa bahan kimia atau pestisida di dalam produk tersebut.
Prinsip penting, yang berlaku bagi produk kulit apa pun, adalah menghindari bahan-bahan kimia yang keras, seperti artificial fragrance dan pewarna. Pasalnya, artificial fragrances dan pewarna bisa menyebabkan iritasi kulit, bahkan pada mereka yang tidak memiliki kulit sensitif atau rentan terhadap kemerahan. Biasanya, produsen memasukkan kedua bahan ini ke dalam produk untuk menghasilkan warna dan aroma yang menyenangkan dan menarik perhatian konsumen. Akan tetapi, mengaplikasikannya ke wajah bisa membuat kulit rusak.
Lalu bagaimana dengan parabens dan sodium lauryl sulphate (SLS)? Sebagian dermatolog setuju bahwa SLS bisa menjadi problem, tapi sangat tergantung pada individu dan apakah produk tersebut jenis yang didiamkan atau harus dibersihkan. Jika didesain untuk didiamkan, maka konsentrasinya biasanya lebih rendah. Dan karena SLS masih banyak ditemukan di banyak produk perawatan, maka kemungkinan besar levelnya rendah yang tidak menyebabkan iritasi. Tapi, sekali lagi, ini semua tergantung kondisi kulit setiap individu. Intinya, tidak semua bahan kimia berbahaya, asalkan digunakan dalam takaran yang pas. Biasanya skincare kimia ini diproduksi oleh pabrik dan sudah disertakan informasinya pada kemasan produk.
Produk Kecantikan Organik
Istilah organik—yang artinya bahan-bahannya diperkebunkan secara organik—diregulasi oleh FDA (Food and Drug Administration). Akan tetapi, di sini intinya: sebuah produk hanya perlu mengandung persentase tertentu untuk bisa mendeklarasikan "terbuat dari bahan-bahan organik" pada labelnya. Contohnya adalah stempel USDA Organic yang bisa disebut ideal, karena produk bisa disebut organik jika mengandung paling tidak 95% bahan-bahan organik.
Kandungan dalam skincare bahan organik dianggap lebih aman karena dari proses penanamannya tidak memakai pupuk petroleum dan pestisida kimia. Selain itu, bahan organik memiliki manfaat untuk kebutuhan kulit karena mengandung antioksidan yang baik untuk menjaga kulit dari radikal bebas, yang biasanya berasal dari ekstrak tanaman.
Seperti sertifikasi halal, untuk mendapatkan label organik pun perlu proses yang cukup panjang dan tidak sembarangan. Mulai dari proses budidaya tanaman hingga pengolahannya menjadi produk skincare, seluruhnya akan diawasi oleh organisasi khusus demi memastikan kandungannya bebas dari zat kimia berbahaya. Di Amerika sendiri, untuk bisa mendapat sertifikasi USDA, bahan-bahan yang digunakan tersebut harus bebas dari pestisida sintetis, pupuk, dan zat non-organik lainnya.
Seperti dikatakan di atas, sebuah produk dikatakan organik, jika juga berasal dari bahan alami dan prosess penanamannya pun biasanya juga dilakukan secara organik. Mulai dari pupuk harus pakai yang organik bukan sintetis. Maka dari itu mengapa dikatakan bahwa skincare organik sudah pasti natural, tetapi skincare natural belum tentu organik.
Jika membicarakan produk makeup, produk perawatan kulit organik penting karena biasanya mengandung ekstrak sayuran dan buah yang memiliki banyak manfaat untuk kulit. Akan tetapi, ada ekstrak tanaman yang bisa menyebabkan iritasi dan alergi pada sejumlah orang, seperti ekstrak minyak lavender, peppermint, dan lain sebagainya.
Jadi, apa kesimpulannya? Pilihlah produk yang tepat untukmu, entah itu produk organik atau konvensional. Lebih tepat lagi, konsultasikan terlebih dahulu dengan ahli kulit (terlebih jika kamu memiliki kulit bermasalah) sebelum memakai sebuah produk tertentu.
Sumber foto utama: Shutterstock.com