Ladiestory.id - Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA), perusahaan teknologi kesehatan, mengumumkan temuan dari laporan Indonesia Future Health Index (FHI) 2022: ‘Pengaturan ulang layanan kesehatan: Prioritas bergeser saat para pemimpin layanan kesehatan menavigasi perubahan dunia’ pada Senin (12/9/2022).
Laporan Future Health Index 2022 pada tahun ketujuh ini berdasarkan penelitian eksklusif dari hampir tiga ribu responden di 15 negara, termasuk Indonesia. Penelitian ini pun mengeksplorasi bagaimana para pemimpin layanan kesehatan memanfaatkan kekuatan data dan teknologi digital untuk mengatasi tantangan utama yang muncul di masa pandemi.
Prioritas dan perhatian utama para pimpinan layanan kesehatan
Pandemi terus menghadirkan tantangan dari segi sumber daya, sistem, serta penyediaan perawatan di setiap kesempatan dan di setiap negara di seluruh dunia.
“Saat ini, seiring pemulihan pasca-pandemi, kami melihat para pimpinan layanan kesehatan mulai melakukan pengaturan ulang – memfokuskan kembali pada sejumlah prioritas baru dan yang sudah ada, mulai dari masalah kekurangan staf, memperluas pemberian perawatan, hingga memanfaatkan data besar serta analitik prediktif, saat mereka menavigasi realitas baru dalam manajemen medis," kata Pim Preesman, President Director Philips Indonesia.
Menurut laporan, para pimpinan layanan kesehatan Indonesia memiliki pandangan positif tentang dampak analitik prediktif yang dapat memengaruhi berbagai aspek perawatan. Sebagian besar percaya bahwa teknologi dapat memberikan dampak positif pada pengalaman pasien, hasil kesehatan, dan perawatan berbasis nilai.
Namun, ada beberapa tantangan kesehatan terkait dengan ketimpangan dalam penyediaan layanan sebagai akibat dari perbedaan geografis dalam penerapan teknologi canggih. Infrastruktur teknologi layanan kesehatan lebih berkembang di lingkungan perkotaan, namun di daerah pedesaan layanan kesehatan digital mungkin sulit dilakukan, sebagian dikarenakan kurangnya internet berkecepatan tinggi. Nyatanya, angka penetrasi internet di beberapa wilayah kepulauan Indonesia hanya mencapai 3 persen..
Untuk menjawab tantangan terkait infrastruktur ini, pimpinan layanan kesehatan Indonesia memprioritaskan elemen-elemen dasar teknologi kesehatan digital, dengan lebih dari seperempat dari mereka menyatakan bahwa meningkatkan infrastruktur teknologi di fasilitas mereka adalah prioritas utama.
Dibandingkan dengan rata-rata global, pimpinan layanan kesehatan Indonesia juga lebih cenderung memprioritaskan keamanan data dan privasi, yang mungkin mencerminkan keinginan mereka untuk melindungi data sembari meningkatkan ekosistem teknologi.
Setelah teknologi inti diimplementasikan, nantinya akan muncul fokus baru untuk memperluas isu-isu layanan kesehatan dan sosial. Dalam tiga tahun ke depan, 27 persen dari pimpinan layanan kesehatan Indonesia berencana untuk terus bersiap menghadapi krisis, sementara 19 persen mengatakan mereka berencana untuk menerapkan praktik yang berkelanjutan di rumah sakit mereka.
Prioritas yang tidak terlalu berfokus pada teknologi ini lebih mengarah pada masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan yang lebih luas. Fokus baru ini juga tidak terlepas dari investasi pada inovasi layanan kesehatan.
Hampir setengah dari pimpinan layanan kesehatan Indonesia berinvestasi dalam rekam medis digital, dengan lainnya memprioritaskan pusat-pusat operasi klinis. Saat melihat keuntungan dari investasi ini, pimpinan layanan kesehatan berharap untuk mengalihkan perhatian mereka ke aspek layanan yang lebih canggih secara digital selama tiga tahun mendatang, seperti AI dan telehealth.
Memaksimalkan kekuatan data
Secara keseluruhan, pimpinan layanan kesehatan di Indonesia optimis tentang peralatan yang mereka miliki. Sebagian besar dari mereka sepakat bahwa rumah sakit memiliki teknologi yang dibutuhkan untuk sepenuhnya memanfaatkan data, dan mengatakan bahwa data rumah sakit mereka akurat.
Meskipun memiliki kepercayaan tinggi pada data dan teknologi, silo data, peraturan dan kewajiban hukum tetap menjadi penghalang signifikan untuk menggunakan data secara sepenuhnya di Indonesia. Sebanyak 62 persen pemimpin layanan kesehatan Indonesia menyebutkan silo data menghambat kemampuan untuk menggunakan data secara efektif, dan masalah yang diperburuk oleh sistem kesehatan Indonesia yang terdesentralisasi di seluruh pulau.
Sekitar 31 persen dari pimpinan menginginkan kejelasan lebih terkait pengumpulan dan penggunaan data. Meskipun Indonesia memiliki perundang-undangan yang mengatur perlindungan data secara umum, saat ini Indonesia belum memiliki peraturan untuk sistem kesehatan digital, termasuk pihak yang bertanggung jawab atas kebocoran data pasien.
Oleh karena itu, satu dari lima pimpinan menyatakan kebijakan dan peraturan data sebagai hambatan terbesar dalam penggunaan data yang efektif. Sebagian pemimpin merasa kurangnya pengetahuan atau pemahaman karyawan tentang cara menggunakan data juga menjadi faktor penghambat.
Pelatihan bisa menjadi salah satu solusi di Indonesia. Enam puluh empat persen pemimpin layanan kesehatan Indonesia mengatakan staf mereka kewalahan dengan banyaknya data yang tersedia, dan 18 persen merasa hal ini akan mengakibatkan karyawan mungkin akan menolak untuk beralih ke teknologi baru. Hanya 7 persen dari pimpinan di Indonesia yang mengatakan bahwa mereka memiliki semua keahlian yang dibutuhkan untuk memanfaatkan data sepenuhnya.
Untuk mengatasi hal ini, pimpinan juga akan berkolaborasi dengan pemain ekosistem lainnya, sepertibermitra dengan perusahaan asuransi kesehatan, rumah sakit lain, atau perusahaan teknologi kesehatan. Dari kemitraan ini, 30% pimpinan di Indonesia menginginkan panduan tentang masalah hukum, 31% menginginkan pemeliharaan layanan kesehatan yang berkelanjutan.
Dua preferensi teratas ini menyoroti bagaimana pimpinan mencari lebih dari sekadar solusi teknologi; dan terbuka untuk kemitraan jangka panjang yang menawarkan solusi terintegrasi di seluruh bidang pelayanan kesehatan, dari teknologi hingga masalah hukum serta pemeliharaan layanan kesehatan yang berkelanjutan.
Bagaimana analisis prediktif dapat menyempurnakan layanan
Pimpinan layanan kesehatan di Indonesia paham akan potensi dari analisis prediktif. Mereka pun yakin bahwa analisis prediktif dapat menguntungkan secara klinis, untuk membantu penyedia layanan kesehatan memberikan pelayanan yang tepat, kepada pasien yang tepat, dan di waktu yang tepat.
Mereka juga percaya pada keuntungan operasional, di mana teknologi ini memberikan kemampuan kepada sistem layanan kesehatan untuk mengidentifikasi tren, meningkatkan pelayanan, dan mengurangi biaya. Pimpinan juga menyadari bahwa analisis prediktif dapat menjadi alat yang tak terpisahkan dalam mengatasi ketimpangan kesehatan.
Meningkatkan sistem dan protokol keamanan data merupakan cara utama untuk meningkatkan kepercayaan dalam analisis prediktif, baik dalam pengaturan operasional maupun klinis. Meningkatkan akurasi algoritme juga mendorong kepercayaan di kedua area.
Namun, ada beberapa perbedaan antar-lingkungan pelayanan. Secara klinis, 33% pimpinan di Indonesia mengatakan peningkatan kualitas sumber data adalah cara utama untuk meningkatkan kepercayaan dalam analisis prediktif.
Sementara, 29% lainnya menyatakan bahwa cara utama tersebut adalah peningkatan transparansi dalam pemerolehan wawasan dan rekomendasi. Sebaliknya, 32% dari mereka melaporkan bahwa mengurangi bias algoritmis dan meningkatkan keterlibatan manusia (27%) akan meningkatkan kepercayaan pada aplikasi operasional analisis prediktif.