Ladiestory.id - Obat jenis baru nitazene dianggap menjadi obat dengan kekuatan 10 kali lipat lebih berbahaya dari fentanil. Obat ini diproduksi secara ilegal di salah satu laboratorium tak bersertifikat di China.
Baru-baru ini seorang pria diketahui tewas setelah mengkonsumsi obat nitazene yang berhasil diketahui para ahli medis setelah diotopsi. Pria asal Boulder, Colorado, Amerika Serikat, ini diduga overdosis.
Pria ini diyakini telah memesan obat penenang secara diam-diam dan tidak mengetahui bahwa obat tersebut mengandung zat nitazene.
Cmdr. Nicholas Goldberger dari Boulder County Drug Task mengatakan, ada begitu banyak komponen konstruksi yang berbeda dengan nitazene yang berbeda di luar sana.
"Kami secara aktif melihat dua kasus yang merujuk nitazene dan tentu saja tampilan utama kami tampaknya bahwa zat-zat tersebut datang dari jaring gelap untuk ini atau setidaknya satu kasus," lanjutnya.
Para ilmuwan awalnya menciptakan nitazene 60 tahun yang lalu sebagai jenis obat morfin. Ternyata setelah China ikut memproduksi obat tersebut, menimbulkan bahaya yang sangat menakutkan untuk seluruh dunia.
Nitazene dijual sembunyi-sembunyi melalui sebuah dark web yang sangat dijaga kerahasiaannya, hingga tak semua orang dapat mengakses web tersebut.
Sebelum ramai penyebaran obat jenis baru nitazene di Amerika Serikat. Inggris lebih dulu dihebohkan dengan kasus kematian sedikitnya 54 orang selama enam bulan terakhir.
Obat ini diselundupkan ke Inggris melalui sindikat kriminal yang biasanya dicampur dengan heroin agar harga jual lebih murah dan membuat para konsumen ketagihan.
Nitazene diketahui telah masuk ke Inggris dan diperjualbelikan dari setahun yang lalu. Bentuk penjualan obat berbahaya ini dijual menyerupai pil oxycodone atau bubuk obat xanax. Para pecandu pun tidak menyadari bahwa mereka mengonsumsi zat berbahaya tersebut.
Data yang dibagikan oleh Badan Investigasi Kriminal Nasional (NCA) menunjukkan 31% dari 54 kematian terkait nitazene yang tercatat sejak Juni lalu terjadi di West Midlands.
Awalnya narkoba ini terdeteksi di Inggris setelah polisi menemukan sebuah sampel bubuk putih di bagasi sebuah taksi pada April 2021.