Ladiestory.id - Menjadi anak tunggal atau semata wayang sering kali mendapatkan penilaian yang terkesan buruk, seperti disebut egois, manja, dan sulit bersosialisasi.
Saat bergabung dengan suatu kelompok, anak tunggal sering kali ditanyai pertanyaan, seperti “oh! kamu seorang anak tunggal, kamu tidak berbagi sesuatu dengan orang lain, kan?”. Pertanyaan lain yang tak kalah seringnya adalah “Jadi, kamu anak tunggal pasti introvert?”. Mereka juga kerap dinilai berdasarkan beberapa parameter.
Namun hal itu semua adalah penilaian stereotip yang salah. Dilansir dari Times of India Online, berikut adalah beberapa hal yang disalahpahami banyak orang tentang anak tunggal.
Orang Tua Jadi Overprotektif
Ada yang beranggapan bahwa orang tua yang memiliki anak tunggal terlalu terlibat atau terlalu protektif karena hanya memiliki satu anak yang menjadi fokusnya. Meskipun keterlibatan orang tua bisa sangat besar dalam keluarga mana pun, hal ini tidak hanya terjadi pada rumah tangga yang memiliki anak tunggal.
Gaya orang tua bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti budaya, kepribadian, dan filosofi pengasuhan, bukan ukuran keluarga saja. Keluarga dengan anak tunggal dapat menumbuhkan kemandirian dan kemandirian pada anak-anak mereka, dengan menyadari pentingnya membiarkan mereka bereksplorasi dan belajar secara mandiri.
Kesulitan Bersosialisasi
Banyak yang beranggapan bahwa anak tunggal adalah anak yang kesepian atau kurang memiliki keterampilan sosial karena terbatasnya interaksi. Namun, penelitian menunjukkan bahwa jumlah saudara kandung tidak selalu menentukan perkembangan sosial.
Anak tunggal sering kali membangun jaringan sosial yang kuat melalui persahabatan, sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler. Mereka juga dapat membentuk ikatan dekat dengan sepupu, tetangga, dan teman sebaya, sehingga membina kehidupan sosial yang kaya.
Sangat Egois
Ada stereotip bahwa anak tunggal adalah anak yang manja atau egois karena mereka tidak harus berbagi sumber daya atau perhatian dengan saudara kandungnya. Meskipun pola asuh setiap anak berbeda-beda, menjadi anak tunggal tidak selalu mengarah pada perilaku egois.
Orang tua memainkan peran penting dalam menanamkan nilai-nilai seperti empati, berbagi, dan rasa syukur, terlepas dari ukuran keluarga. Anak-anak tunggal dapat mempelajari kebajikan-kebajikan ini melalui interaksi dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan keterlibatan masyarakat.
Pikul Tanggung Jawab Lebih Besar
Ada keyakinan bahwa anak-anak tunggal menghadapi tekanan yang lebih besar untuk berprestasi secara akademis, sosial, atau dalam kegiatan ekstrakurikuler sebagai kompensasi atas ketidakhadiran saudara kandungnya.
Meskipun beberapa orang tua mungkin memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap anak tunggal mereka, tekanan ini tidak hanya terjadi pada keluarga dengan anak tunggal.
Harapan dapat muncul dari berbagai sumber, termasuk aspirasi orang tua, norma masyarakat, dan pengaruh budaya. Dukungan dan dorongan yang sehat dari orang tua dapat memotivasi anak untuk mengejar minat dan tujuannya tanpa merasa terbebani oleh ekspektasi eksternal.
Kesulitan dalam Bangun Hubungan
Beberapa orang percaya bahwa anak tunggal akan mengalami kesulitan dalam hubungan sosial di masa depan, seperti pernikahan atau mengasuh anak, karena kurangnya pengalaman sebagai saudara. Namun, penelitian menunjukkan bahwa dinamika saudara kandung tidak serta merta memprediksi kesuksesan atau kepuasan dalam hubungan orang dewasa.
Faktor-faktor seperti keterampilan komunikasi, empati, dan kecerdasan emosional memainkan peran yang lebih penting dalam membentuk hubungan yang sehat. Anak-anak tunggal dapat mengembangkan kualitas-kualitas ini melalui beragam interaksi dan pengalaman sosial, mempersiapkan mereka untuk memenuhi hubungan di masa dewasa.