Melalui melodi, Veny Lie mendedikasikan dirinya dengan mendirikan Ven’s Club Music School, sekolah musik yang menerima anak dengan down syndrome, cerebral palsy, dan berkebutuhan khusus lainnya untuk berlatih piano sejak 2003 lalu. Tujuannya, agar anak-anak pintar ini bisa berlatih fokus dengan sukacita. Veny juga menerima anak-anak biasa yang ingin turut berlatih.
Sebelumnya, Veny sempat mengajar piano untuk pertama kali ketika ia duduk di bangku SMP. Kala itu murid-murid Veny adalah anak-anak biasa. Hingga pada akhirnya kenalan Veny mendatangi dan memintanya menjadi guru piano untuk adiknya. Veny tak bisa menolak, sebab ia merasa iba karena tak ada lagi pelatih musik yang mau mengajarkan anak berkebutuhan khusus seperti adik kenalannya itu untuk bermain piano.
Penolakan adalah hal yang kerap dialami para kenalan Veny sebelum memintanya menjadi pelatih piano untuk anak berkebutuhan khusus di dalam keluarga mereka. Kepada Ladiestory, Veny bercerita, penolakan itu disebabkan perilaku anak-anak dengan down syndrome yang kerap merusak barang-barang dan tak mampu mengontrol dirinya sendiri. “Mereka kadang bisa jerit-jerit, nangis-nangis, jadi pengajarnya kebanyakan give up di situ,” ungkapnya. Namun, hal itu justru menjadi tantangan dan motivasi untuknya mendirikan sekolah musik tersebut.
Untuk mengenal Veny lebih jauh, yuk, kita simak 6 hal tentang Veny Lie dan Ven’s Club Music School yang bisa menginspirasimu, Ladies!
1. Veny berusaha tak pilih-pilih ketika menerima murid karena mereka adalah inspirasi baginya
Tak cuma anak-anak berkebutuhan khusus, Veny juga menerima anak-anak biasa untuk menjadi muridnya. Hanya saja, Veny memberikan batasan usia minimal untuk muridnya, yaitu 2,5 tahun hingga 3,5 tahun untuk pemula. Ada tantangan tersendiri saat mengajarkan musik kepada anak yang masih berusia 2,5 tahun. Terlebih kepada anak-anak berkebutuhan khusus yang masih sukar jika diajari untuk mengontrol dirinya sendiri.
Itulah sebabnya, Veny harus memutar otak, mencari cara untuk memperkenalkan bunyi-bunyian dan respon yang semestinya mereka berikan. Hingga pada akhirnya Veny memutuskan untuk melatih indera pendengaran anak-anak itu dengan menggunakan tepukan tangan sesuai ketukan. Dengan metode itulah Veny melatih respon yang diberikan anak-anak ketika mereka mendengar irama piano yang dimainkannya.
Veny juga pernah mengalami suatu kejadian yang membuatnya mulai memahami perilaku anak-anak berkebutuhan khusus. Saat itu, ia sedang mengajarkan piano kepada seorang anak dengan cerebral palsy. Di sepuluh menit pertama, anak itu masih sanggup menggerakkan jemarinya menekan tuts piano. Namun, tiba-tiba anak itu kejang dan sempat tergeletak di lantai dengan busa di bibirnya. Di tengah kepanikan, Veny berusaha menolong anak itu dan menanganinya. Sejak saat itulah Veny semakin mengerti tentang kehidupan dan perasaan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Ia pun semakin terinspirasi untuk mengembangkan Ven’s Club Music School ini.
2. Ven’s Club Music School punya misi menjadikan anak didiknya mandiri dan berpenghasilan sendiri
Ketika ditanya soal visi dan misi Ven’s Club Music School, Veny menjawab dengan lugas dan yakin, bahwa ia ingin anak-anak hasil didikannya, baik yang berkebutuhan khusus maupun yang normal bisa menjadi manusia mandiri yang berpenghasilan sendiri dengan bermain piano nantinya. “Saya ingin mereka bisa menghasilkan banyak (uang), bisa bekerja dengan cara bermain piano, dan misalnya dengan cara mengamen di hotel, atau sebagai performancer di mana gitu,” jelasnya sambil tersenyum percaya diri.
Sesekali, Veny menyadari kalau impiannya tersebut mungkin terlalu tinggi. Sebab, agak sulit rasanya jika anak berkebutuhan khusus bisa diterima untuk bermain piano di hotel-hotel besar atau di tempat-tempat berkelas yang ramai pengunjung. Tentu, tidak seperti anak normal lainnya, yang bisa dengan mudah mendapat tempat untuk bermain. Namun, Veny kembali kepada tekadnya yang sudah bulat, bahwa anak-anak didiknya yang berkebutuhan khusus harus dapat tempat. Ia pun semakin sibuk mencari tempat agar anak-anak didiknya yang berkebutuhan khusus juga bisa diterima dengan melihat skill yang mereka miliki.
3. Pengalaman menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus yang tak akan pernah terlupakan
Ada banyak hal menarik yang Veny alami selama ia melatih piano di Ven’s Club Music School. Salah satunya adalah ketika ia sedang mengajar piano, tiba-tiba ada saja anak yang menjambak rambutnya dan memukulnya. Pernah juga ada yang mencakar dan mencubitnya, padahal 5 menit sebelumnya anak-anak itu masih bisa tersenyum kepadanya.
“Jadi, seandainya saya lagi duduk bermain piano bersama dia, lima menit dia masih senyum, 5 menit kemudian dia berubah. Tiba-tiba dijambak. Itu sering ada, terjadi,” tuturnya.
Semua itu terjadi sebab anak-anak dengan kebutuhan khusus ini memang sulit untuk mengontrol dirinya sendiri. Terlebih ketika mereka baru saja masuk ke sekolah musik ini dan belum terlalu akrab dengan Veny. Perubahaan mood dan perilaku yang secara tiba-tiba itulah yang membuat Veny perlahan peka. Meskipun terkadang, segala perubahan yang tiba-tiba itu tak bisa ditebaknya.
Pengalaman lain yang membuat Veny semakin termotivasi dan meyakini bahwa bisnis ini juga turut membahagiakan hidupnya adalah keberhasilannya ketika membantu anak menjadi memiliki perilaku yang lebih tenang. Misalnya saja, anak-anak yang tadinya terbiasa duduk dengan gelisah, kini bisa duduk dengan tenang. Lalu, para orangtua akan sangat berterima kasih kepadanya, sebab telah mengajarkan hal yang baik kepada anaknya.
Pernah juga suatu ketika, ada oran tua murid yang mendatanginya dan berkata bahwa tiap malam ia mendoakan Veny agar dirinya sehat selalu. Veny lantas terharu, merasa senang karena ada orang lain yang mau turut mendoakan kesehatannya.
4. Anak berkebutuhan khusus didikannya pernah mendapat penghargaan dari MURI
Di antara segala suka duka yang pernah dialaminya, ada satu pencapaian Veny yang membuatnya tersenyum bahagia, yaitu ketika anak didiknya yang berkebutuhan khusus memenangkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Selain itu, ada juga beberapa murid spesialnya yang berhasil ikut ujian internasional dan kontes nasional. Tak cuma itu, anak-anak normal yang dilatihnya pun juga kerap memenangkan kompetisi piano di beberapa tempat. Keberhasilan anak-anak didiknya itulah yang membuat Veny senang dan terus mengembangkan sekolah musik ini.
Makin ke sini, jumlah murid-murid Veny pun bertambah. Veny tak pernah menutup kesempatan anak-anak didiknya untuk berkembang, bahkan untuk bermain di ajang internasional. Ia kerap menawarkan anak-anak didiknya yang dirasa sudah cukup mahir memainkan piano untuk mengikuti ujian internasional ataupun konser nasional.
“Jadi, semua murid-murid kita kalau berhasil memainkan piano dengan baik, pasti itu kita tawarkan buat ujian. Ujian internasional, dan juga konser kalau memang sudah layak kita akan tawarin untuk ikut konser nasional dan juga tidak ada pengecualian. Mau normal atau special semua akan saya bawa,” katanya.
5. Veny merasa tak ada kesulitan dalam membagi waktu untuk urusan bisnis dan pribadi
Kemampuannya mengorganisasi kesibukan, membuat Veny merasa tidak kesulitan untuk membagi waktu antara urusan bisnis dan urusan pribadinya. Ia juga sudah mengatur jadwal dari jauh hari ketika ada undangan atau acara yang mengharapkan dirinya untuk hadir. Veny juga tidak merasa berat menjalani bisnis ini. Sebab, ia memang menyukai musik dan perlu realistis, bahwa bisnis ini adalah mata pencahariannya.
Ketika urusan bisnisnya selesai dalam satu hari, Veny pun akan memanfaatkan malam hari untuknya me-time. Pada waktu itu, Veny akan menggunakannya untuk nonton. Hobinya sedari dulu.
6. Veny memilih menggunakan platform khusus untuk wanita seperti Ladiestory untuk menambah wawasannya
Berbagai platform khusus wanita yang kini marak tersedia di dunia maya membuat Veny merasa dimudahkan untuk mencari informasi. Ia pun dengan yakin memilih Ladiestory sebagai platform khusus wanita yang tak hanya menjadi media untuknya membaca berita, tapi juga bisa digunakan untuk berbelanja dan berdiskusi di forum.
Veny juga memberikan 3 kata singkat yang menggambarkan Ladiestory, “Saya bisa mengatakannya dengan 3 kata (untuk Ladiestory), pertama woman, kedua independent, ketiga complete,” tutupnya.
Sumber foto utama: Dokumentasi Ladiestory.id