1. Health
  2. Kampanye #SetiapLukaPunyaCerita, Hansaplast Luncurkan Plester Bekas Luka
Health

Kampanye #SetiapLukaPunyaCerita, Hansaplast Luncurkan Plester Bekas Luka

Kampanye #SetiapLukaPunyaCerita, Hansaplast Luncurkan Plester Bekas Luka

Ilustrasi Bekas Luka. (Special)

Ladiestory.id - Memiliki bekas luka ditubuh yang terlihat dan tertutup, sering kali mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Kini, Hansaplast sebagai brand pertolongan pertama memiliki solusi untuk menyamarkan bekas luka dengan meluncurkan Hansaplast Plester Bekas Luka.

Plester ini berbentuk transparan berperekat yang terbuat dari polyurethane. Produk ini telah terbukti membantu menyamarkan, mencerahkan, dan menghaluskan tampilan bekas luka dalam waktu 8 minggu pemakaian. Bahkan, hasil pertama dalam pemakaian plaster ini akan terlihat usai 3-4 minggu.

Hansaplast Plester Bekas Luka. (Special)

Brand Manager Hansaplast, Alanna Alia Hannantyas mengatakan bahwa pihaknya memahami permasalahan kulit pada seseorang, salah satunya bekas luka di area tubuh. Oleh karena itu, mereka menghadirkan inovasi baru dengan meluncurkan Hansaplast Plester Bekas Luka.

“Hansaplast Plester Bekas Luka dirancang untuk membangun penghalang semi-oklusif yang meningkatkan hidrasi jaringan parut. Plester ini dapat meningkatkan suhu di jaringan parut, membantu mengaktifkan proses regenerasi kulit, dan mendukung pembentukan ulang bekas luka. Bekas luka menjadi lebih rata, lebih cerah dan lebih halus.” Jelas Alanna Alia.

Tak hanya menggunakan plester, dalam melakukan perawatan luka diperlukan menjaga kebersihan dan kelembapan. Penjagaan ini juga dibantu dengan nutrisi yang baik agar pemulihan luka tersebut dapat cepat.

Berbarengan dengan peluncuran Hansaplast Plester Bekas Luka, brand ini mengadakan kampanye #SetiapLukaPunyaCerita yang bertujuan mengajak para perempuan untuk membangun kasih sayang antara ibu dan support system.

Kampanye #SetiapLukaPunyaCerita. (Special)

Psikolog Grace Eugenia Sameve mengungkapkan bahwa mom-shaming tak hanya terjadi secara online di forum diskusi parenting saja, tetapi sering kali ditemukan dalam lingkungan keluarga dan kerabat. Mom-shaming ini dapat terjadi lantaran adanya perbedaan pendapat mengenai cara asuh yang kerap kali dianggap benar.

Mom-shaming tidak selalu hadir dalam bentuk komentar yang tidak menyenangkan, namun seringkali juga dari pertanyaan yang tidak sengaja telah menghakimi pilihan seorang ibu seperti mengapa tidak bisa bersalin secara alami?” ungkap Grace Eugenia Sameve.

“Padahal, seorang ibu baru justru sedang sangat membutuhkan dukungan dari support system mereka dalam menjalani fase baru kehidupannya,” lanjutnya.

Topics :
Artikel terlalu panjang? klik untuk rangkuman :
Bagikan Artikel