Ladiestory.id - Tak sedikit orang yang berpikir untuk berhenti, menghilang hingga melakukan bunuh diri. Di Indonesia, angka underreporting suicide mencapai 300% yang berarti paling tinggi di dunia.
Angka ini juga menjadi bukti bahwa banyak orang berusaha mengakhiri hidup mereka yang disebabkan oleh banyak faktor.
Ungkapan ingin mengakhiri hidup, seringkali dilontarkan dengan cara bercanda ketika seseorang mengalami masalah kesehatan jiwa seperti stres. Lantas, bagaimana kita harus menanggapinya?
Sandersan Onie, doktor psikologi klinis, mengungkapkan bahwa cara yang tepat untuk menanggapinya adalah dengan cara yang serius.
"Menurut saya cara paling baik untuk tanggapi, kita bertanya secara serius, 'kamu beneran ada pikiran bunuh diri gak?' Ini tentunya bukan satu hal yang jadi lelucon, ini tentunya bukan satu hal yang patut kita joking, jadi kalau mereka bercanda, kita tanyanya serius," ungkapnya saat ditemui Ladiestory.id beberapa waktu lalu.
Ia mengungkapkan, khususnya di Indonesia, banyak stigma terkait ungkapan keinginan bunuh diri tersebut, salah satunya mencari perhatian. Namun, terlepas dari hal tersebut, seseorang yang mendengar ungkapan keinginan bunuh diri oleh orang lain tak patut menilainya dengan stigma-stigma tersebut.
"Kalau kita kaitkan lagi sebagai orang yang cari perhatian, memang bisa aja ada orang yang cari perhatian, tapi siapa tahu mereka lagi serius. Bukan bagian kita memilah-milahnya, tapi ketika seseorang minta bantuan, kita bantuin," tegasnya.
Selain itu, pria yang akrab disapa Sandy tersebut menjelaskan, dengan seseorang memberikan tanggapan yang serius saat orang bercanda perihal kematian, justru akan menekan stigma bahwa bunuh diri bukan sebagai bentuk candaan atau bahkan cari perhatian.
"Jadi dia pun sadar 'oh ini bukan satu hal yang joking'," tegasnya.
Ia megatakan bahwa stigma terkait masalah kesehatan jiwa hingga gangguan kesehatan jiwa bukan hal yang perlu ditutup-tutupi atau disembunyikan. Justru hal tersebut perlu diatasi demi menekan risiko terburuk yang terjadi, yaitu kematian.
"Tidak ada seseorang pun yang beragama di Indonesia, yang harus merasa malu mengalami masalah kesehatan jiwa. Sama, salah satu yang kita deklarasikan dalam hal itu diskriminasi dan stigma bukan satu hal yang dibenarkan agama," tutupnya.