Ladiestory.id - Kementerian Keuangan telah memasukkan pengelolaan sampah ke dalam daftar prioritas investasi hijau dengan target penerapan blended finance menyasar pembangunan infrastruktur sektor-sektor dengan angka multiplier effect terbesar yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup dan adopsi teknologi hijau.
Sayangnya, sebesar 40-50% pembangunan TPST dan TPS3R tidak terawat dan sanitary landfill kembali menjadi tempat pembuangan sampah akibat skema pembiayaan yang tidak berkelanjutan.
Berangkat dari permasalahan tersebut, maka diperlukan reformasi dalam retribusi persampahan yang memungkinkan penanaman modal secara berkelanjutan dan juga regulasi yang memastikan investasi di infrastruktur pengelolaan sampah menjadi lebih optimal.
Direktur Perencanaan Infrastruktur, Kedeputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal, Moris Nuaimi mengatakan bahwa, kementerian investasi masih terus menyempurnakan regulasi mengenai investasi persampahan.
“Namun, kami melihat bahwa kesempatan investasi hijau dan kesiapan pihak penerima menjalankan kepercayaan tersebut sudah terbentuk dengan baik. Inisiasi mandiri dan upaya dari private sector salah satunya Waste4Change seperti ini dapat menguatkan sumber pendanaan dari banyak aliran,” jelas Moris Nuaimi.
“Terlebih, jika kita ketahui bahwa pemerintah daerah dan investor sudah bersedia memfasilitasi. Ini adalah contoh yang bisa ditiru oleh pihak pemerintah daerah lain dan penyedia layanan pengelolaan sampah lainnya untuk bergerak lebih gesit dalam menggali lebih banyak investasi hijau untuk dapat mewujudkan lingkungan Indonesia yang lebih berkelanjutan,” sambungnya.
Diperlukan kontribusi dari pemegang kepentingan lain untuk ikut mempersiapkan ekosistem persampahan Indonesia yang bisa menerima investasi hijau. Dalam hal ini, Waste4Change sebagai perusahaan manajemen sampah yang bertanggung jawab telah dipercaya oleh beberapa pihak penanam modal untuk berinvestasi di Rumah Pemulihan Material (RPM) bertujuan meningkatkan pemilahan dan jumlah material terdaur ulang.
Mohamad Bijaksana Junerosano selaku CEO & Founder Waste4Change mengungkapkan bahwa, dalam menangani masalah sampah di Indonesia diperlukan kolaborasi dan kontribusi dari semua pihak.
“Stakeholder yang hadir disini adalah bagian dari solusi untuk bekerja sama menangani sampah dari hulu ke hilir. Maka kita perlu membuka diri sebesar-besarnya untuk investasi yang lebih hijau dengan melakukan reformasi di bidang persampahan ini di Indonesia. Ada banyak skema pendanaan, namun kita perlu memastikan juga ekosistem yang didukung oleh seluruh stakeholder agar tercipta dampak yang berkelanjutan,” jelas Mohamad Bijaksana Junerosano.
Saat ini, Waste4Change telah menandatangani MoU kerjasama investasi dan proyek untuk menciptakan pengelolaan sampah berbasis teknologi terdigitalisasi dengan estimasi nilai kerjasama senilai Rp 250 M bersama 7 perusahaan berbeda. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah Samudera Indonesia, PT Alam Bersih Indonesia, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., SinarMas Land, Basra Corporation, rePurpose Global, dan lainnya.
“Dana ini akan berguna untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pengelolaan sampah di berbagai area. Harapan saya, Waste4Change bisa terus bertumbuh dan menjadi partner yang tepat untuk mengembangkan investasi hijau di bidang persampahan,” pungkasnya.