Ladiestory.id - Belakangan ini kembali beredar foto timbulan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantar Gebang yang sudah mencapai 40 meter atau setara dengan gedung 16 lantai. Salah satu cara jitu dan praktis untuk menanggulangi isu sampah bukan hanya dengan menggunakan pengganti plastik saja tapi dengan menjalankan gaya hidup guna ulang.
Tiza Mafira, Executive Director, Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menyatakan, gaya hidup guna ulang adalah gaya hidup yang menjalankan prinsip pakai-habiskan-kembalikan.
"Familiar dengan penggunaan air galon yang harus dikembalikan setelah airnya habis terpakai? Prinsip pakai-habiskan-kembalikan dari penggunaan air galon inilah yang kemudian direplikasi terhadap cara kita mengkonsumsi produk rumah tangga lainnya agar sampah yang dihasilkan minim," ujar Tiza.
“Bagi warga DKI Jakarta, menjalankan gaya hidup guna ulang sekarang pun menjadi lebih mudah karena adanya Gerakan Guna Ulang Jakarta (GGUJ) – sebuah inisiatif untuk mewujudkan ekosistem yang dapat mendukung gaya hidup guna ulang di Jakarta. Diluncurkan tahun lalu, warga Jakarta, terutama generasi muda, cukup reseptif dengan solusi guna ulang ini karena cukup convenient dan affordable,” lanjut Tiza.
Banyak yang merasa gaya hidup guna ulang itu susah, ribet bahkan mahal. Nadia Mulya, Figur Publik & Duta Diet Kantong Plastik, berhasil mematahkan stigma ini dan mengaplikasikan gaya hidup menjadi kebiasaan.
"Sekarang di Jakarta sendiri sudah banyak vendor produk rumah tangga hingga café dan restoran yang mendukung gaya hidup guna ulang. Sudah banyak vendor yang menjual produk sehari-hari keperluan rumah tangga, seperti minyak goreng, bumbu dapur, detergen hingga sabun cuci piring, dengan kemasan guna ulang. Biasanya saya membeli produknya lewat toko online dan kemasan pun dijemput gratis setelah produk habis terpakai," ungkapnya.
Diluncurkan hampir setahun lalu, inisiatif ini digagas oleh GIDKP dan Zero Waste Living Lab (ZWLL) Enviu untuk mengurangi plastik sekali pakai dari produk sehari-hari yang masih menjadi masalah utama, seperti kemasan makanan, kemasan produk rumah tangga dan kemasan plastik dari layanan pesan-antar makanan online.
Melibatkan tiga startup teknologi binaan Enviu ZWLL, yaitu Alner, ALLAS dan QYOS, dalam mengembangkan solusi yang mendukung gaya hidup guna ulang, inisiatif ini sejalan dengan program “Jakarta Sadar Sampah” yang diinisiasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta guna membantu pemerintah pusat untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia.
“Salah satu kunci agar gaya hidup guna ulang dapat tepat sasaran adalah melibatkan brand yang memang dekat dengan gaya hidup warga Jakarta karena masyarakat sudah kenal dengan produknya. Perusahaan FMCG global Wipro dan Unilever hingga brand lokal YAGI dan Work Coffee adalah contoh perusahaan dan brand yang telah bekerja sama dengan ketiga startup kami dalam memberikan opsi kemasan guna ulang kepada konsumennya di Jakarta,” ungkap Darina Maulana, Indonesia Program Lead, Enviu, Zero Waste Living Lab.
Wipro, Unilever, dan YAGI bekerja sama dengan Alner menyediakan pilihan produk kebersihan rumah, kebersihan tubuh sampai keperluan dapur dengan kemasan guna ulang yang dijual di lebih 100 titik dan juga di platform e-commerce. Produk-produk ini tentunya bukan hasil oplosan, tapi asli langsung didapat dari distributor resmi sehingga memiliki kualitas yang sama dengan yang dijual di pasaran.
Work Coffee telah bekerja sama dengan ALLAS untuk menggunakan wadah makanan dan minuman guna ulang untuk pemesanan online. Jika telah habis dipakai, kemasan guna ulang ini dapat dikembalikan atau dapat dijemput gratis oleh kurir Westbike Messenger Service agar semakin mendukung inisiatif ramah lingkungan yang menjadi inti dari gaya hidup guna ulang.
“Melalui GGUJ, Alner, ALLAS dan QYOS telah membantu masyarakat Jakarta untuk menjalankan prinsip pakai-habiskan-kembalikan dengan menyediakan kemasan guna ulang untuk produk rumah tangga, homecare hingga makanan dan minuman. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup guna ulang dapat menjadi pilihan yang nyata. GGUJ akan secara berkala dipantau dengan harapan, implementasinya dapat lebih konsisten serta diperluas ke wilayah sekitar Jakarta dengan merangkul lebih banyak lagi produsen, ritel dan masyarakat sebagai pengguna,” sebut Darina.
“Gerakan guna ulang bisa lebih rendah emisi, karena mengurangi produksi plastik dari bahan mentah maupun daur ulang, dan limbah di pembuangan tingkat akhir juga tidak ada. Plastik yang digunakan kembali memancarkan setidaknya 50% gas rumah kaca ketimbang skenario daur ulang. Jika dilakukan standarisasi, penggunaan kembali bisa mengurangi emisi gas rumah kaca untuk kemasan konsumen sampai 80%,” pungkas Tiza.