Ladiestory.id - Hari Kartini selalu diperingati pada tanggal 21 April setiap tahunnya, untuk menghormati sosok R.A Kartini, yang merupakan pahlawan Indonesia, khususnya bagi kaum wanita.
Tidak hanya diberikan tanggal khusus untuk memperingati sosoknya, ada pula lagu yang bertajuk ‘Ibu Kita Kartini’ yang khusus dibuat oleh W.R. Supratman.
Lagu yang telah menjadi lagu wajib nasional Indonesia tersebut menceritakan tentang perjuangan Raden Ajeng Kartini yang berjuang demi perubahan nasib perempuan Indonesia.
Berikut adalah lirik lagu Ibu Kita Kartini ciptaan W.R. Supratman, yang khusus didedikasikan untuk tokoh R.A Kartini.
Lirik Lagu Ibu Kita Kartini
Pencipta: W.R. Supratman
Ibu kita Kartini putri sejati
Putri Indonesia harum namanya
Ibu kita Kartini pendekar bangsa
Pendekar kaumnya untuk merdeka
Wahai ibu kita Kartini putri yang mulia
Sungguh besar cita citanya bagi Indonesia
Ibu kita Kartini putri jauhari
Putri yang berjasa seIndonesia
Wahai ibu kita Kartini putri yang mulia
Sungguh besar cita citanya bagi Indonesia
Bagi Indonesia
Makna Lagu Ibu Kita Kartini
Lagu ini coba menggambarkan sosok Ibu Kartini, seorang priyayi yang menjadi panutan dan simbol dari upaya mewujudkan emansipasi perempuan Indonesia.
Cita-cita Ibu Kartini untuk mengangkat derajat kaum perempuan sudah terwujud karena sekarang kaum perempuan bisa memeroleh pendidikan setinggi-tingginya.
Tanpa beliau, mungkin perempuan Indonesia saat ini tidak punya hak yang sama dengan kaum laki-laki, misalnya dalam kesempatan untuk bekerja di luar rumah dan sebagainya.
Raden Ajeng Kartini sendiri adalah wanita yang beruntung karena bisa mengenyam pendidikan berkat darah bangsawan dari ayahnya. Ia bersekolah di ELS (Europese Lagere School) hingga usia 12 tahun sembari mempelajari berbagai hal, termasuk bahasa Belanda.
Di masa itu, ada kebiasaan yang turun-temurun dilakukan. Anak perempuan yang sudah berusia 12 tahun harus tinggal di rumah untuk dipingit.
Dalam keadaan dipingit, keinginan belajar R.A Kartini tak serta-merta surut. Kemampuan bahasa Belanda yang dimilikinya digunakan untuk membaca buku bahkan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda, salah satu yang kerap dijadikan kawan bercerita adalah Rosa Abendanon. Dari komunikasinya dengan Abendanon, timbullah ketertarikan untuk berpikir maju seperti perempuan Eropa. Dia hendak memajukan perempuan pribumi yang kala itu banyak dibatasi oleh adat istiadat kuno. Pengetahuan Kartini terkait ilmu pengetahuan dan kebudayaan juga cukup luas.
Pada 12 November 1903, Kartini dinikahkan dengan Bupati Rembang bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Setelah menikah, sang suami mendukung penuh mimpi-mimpi Kartini, salah satunya untuk membangun sebuah sekolah khusus wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang.
Pada 13 September 1904, Kartini melahirkan seorang putra bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Hanya berselang empat hari melahirkan, Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904. RA Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Usai kematiannya, surat-surat Kartini dikumpulkan dan diterbitkan dalam sebuah buku berjudul 'Door Duisternis tot Licht' atau 'Habis Gelap Terbitlah Terang' oleh salah satu temanya di Belanda, Mr JH Abendanon, yang saat itu menjabat Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda.
Buku ini diterbitkan pada 1911 dengan bahasa Belanda. Kemudian pada 1922, Balai Pustaka menerbitkan versi terjemahan buku 'Habis Gelap Terbitlah Terang' dalam bahasa Melayu.