Ladiestory.id - Kekerasan seksual dalam ranah seni masih menjadi permasalahan yang terus menghantui kaum perempuan khususnya di dalam industri perfilman.
Seperti yang kita ketahui, cukup banyak aktris yang menceritakan atau memiliki keberanian untuk speak up terkait pelecehan serta kekerasan seksual yang dialaminya saat berada dalam proses syuting.
Seperti yang terbaru adalah pengakuan dari aktris cantik Susan Sameh. Ia mengungkapkan cerita tersebut saat melakukan live Instagram bersama Indah Permatasari pada Januari 2022 lalu.
Dia mengungkapkan bahwa tak lama sebelumnya dia telah mengalami pelecehan seksual di lokasi syuting ‘Dear Nathan: Thank You Salma’.
Pelecehan atau kekerasan seksual yang diterima oleh Susan Sameh beruba ucapan atau verbal, kendati demikian hal tersebut cukup membuat trauma aktris kelahiran tahun 1997 tersebut.
Susan Sameh memiliki keberanian untuk speak up tentang pengalamannya yang kurang mengenakan dan mendapatkan dukungan dari orang-orang sekitar lantaran dirinya merupakan seorang artis yang memiliki pengaruh.
Lantas, bagaimana dengan nasib perempuan-perempuan yang juga berkecimpung dalam dunia industri perfilman namun hanya berada di belakang layar?
Sudah menjadi rahasia umum apabila perempuan yang mengalami kekerasan dan pelecehan seksual sulit untuk menceritakan karena tidak adanya dukungan dan perlindungan hukum yang membantu.
Hal itu lantas menjadi kegelisahan para perempuan khususnya dalam industri film, hingga munculnya inisiasi langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual, serta lebih jauh lagi untuk menciptakan ekosistem produksi yang lebih sehat dan aman.
Cegah Kekerasan Seksual dalam Industri Perfilman Bersama APROFI
Gina S. Noer, yang merupakan seorang produser dan tergabung dalam Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI), mengatakan bahwa kekerasan seksual adalah persoalan yang harus dihadapi secara sistemik di ekosistem film.
Dibutuhkan langkah bersama untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkup industri film. Hal itu bertujuan untuk menciptakan ekosistem film Indonesia bisa benar-benar sehat dan memunculkan harapan bagi generasi mendatang.
Langkah itu telah dimulai oleh Gina dan kawan-kawan seprofesi lewat APROFI. Diketahui, belum lama ini, APROFI meluncurkan panduan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, serta panduan untuk penciptaan adegan intim.
Panduan yang dibuat dengan melibatkan banyak ahli tersebut, menjadi ‘buku saku’ bagi semua produser yang tergabung dalam organisasi tersebut.
Ini adalah sebuah upaya sistematik, yang bisa mengikat semua pelaku produksi, mulai dari produser hingga semua kru.
“Peraturan yang dibuat oleh APROFI ini mencakup semua yang terlibat di dalam sebuah produksinya APROFI. Jadi nggak ada hubungan masalah gender atau soal kuasa, semua bisa dilaporkan. Ada mekanismenya, kalau pelakunya produsernya, itu bisa langsung ke Dewan Etik APROFI,” ungkap Gina dalam sesi diskusi bersama Dewan Kesenian Jakarta, di kawasan Jakarta Pusat pada Selasa (18/7/2023).
“Panduan kami adalah kami berpihak pada korban, jadi apapun proses hukumnya, baik mau menuntut ke hukum atau kemudian dia Cuma butuh closure secara pribadi tanpa hukum sama sekali, butuh LBH, atau hanya butuh psikolog, itu semua kami lakukan sesuai dengan consent korban,” tambah Gina.
Panduan yang berarti peraturan di lingkup APROFI adalah satu upaya awal. Gina menyadari masih perlunya berbagai inisiatif lain untuk menciptakan ruang aman dalam produksi film. Bagaimanapun, tidak semua produser yang ada di Indonesia adalah anggota APROFI, dan berarti mereka tidak terikat oleh peraturan tersebut.
“Kami dari APROFI, yang bisa kami kontrol di asosiasi kami dan juga di PH-PH kami. Misalnya ada kasus, selalu dibicarakan sama Dewan Etik, sama ketua, penasihat dan produser yang terlibat pasti akan dikawal untuk berusaha memberikan keputusan yang terbaik, baik di konteks kepada korban, masalah investment project, juga konteks bagaimana menghadapi si pelapor,” tuturnya.
Gina berharap adanya upaya-upaya sosialisasi yang lebih masif terkait kekerasan seksual di ekosistem perfilman. Ia mendorong agar para produser di tanah air juga memiliki pemahaman yang kuat tentang kekerasan seksual ini, dan bisa menciptakan ruang aman dalam setiap produksinya.