Ladiestory.id - Menurut studi dari Bank Dunia, mempercepat kesetaraan gender dalam bisnis dapat memberikan potensi ekonomi hingga triliunan dolar. Namun, akhir-akhir ini perempuan masih kurang terwakili dalam bisnis, dan ketidaksetaraan gender di tempat kerja menjadi semakin tajam, terutama karena negara menghadapi berbagai krisis dan kemunduran dalam pembangunan
Bank Dunia mengidentifikasi isu utama yang dihadapi para wirausaha perempuan, yang memerlukan pendekatan holistik untuk mengatasi: pembiayaan, keterampilan dan koneksi, pasar dan teknologi, serta lingkungan yang mendukung.
Memperingati Hari Perempuan Internasional, East Ventures bekerjasama dengan Google Indonesia kembali menggelar program unggulannya yang bertajuk “Women with Impact” pada Rabu (8/3/2023) yang bertemakan “Tech for gender equity: Empowering women, improving livelihoods”.
Mari Elka Pangestu, selaku Former Direktur Pelaksana, Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan Bank Dunia mengatakan bahwa berinvestasi pada wanita berarti membangun ekonomi dan bisnis yang cerdas.
“Namun, kita perlu mengatasi ketidaksetaraan dan ekosistem yang mereka hadapi secara holistik. Ini akan membutuhkan kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan semua kelompok yang peduli pada pemberdayaan perempuan, banyak di antaranya ada di ruangan saat ini,” kata Mari Elka Pangestu dalam pidatonya.
Perempuan yang kurang terwakili di sektor teknologi, baik sebagai konsumen maupun produsen, tidak hanya merugikan mereka sendiri tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan, karena perempuan membawa perspektif dan keterampilan yang unik. Mengangkat isu ini, beberapa perusahaan teknologi telah membuat program untuk melibatkan lebih banyak perempuan dalam teknologi.
Isabella Wibowo, Strategic Partnerships Manager YouTube Indonesia, mengungkapkan bahwa sangat sulit menemukan perempuan di perusahaan yang berfokus pada Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM), bahkan di masa-masa awal Google sekalipun. Oleh karena itu, perusahaan teknologi tersebut membuat program Women@Google Community.
“Program ini memiliki dua tujuan: memastikan wanita dapat dididik dan dipersiapkan untuk memasuki dunia teknologi dan memastikan wanita dapat bertahan setelah mereka masuk ke lanskap teknologi. Kebanyakan wanita tidak memiliki tempat bermain yang setara ketika mereka bergabung dengan perusahaan teknologi, jadi program ini mencoba membalikkannya,” kata Isabella Wibowo.
Sementara itu, sebuah start-up berbasis komunitas digital yang terinspirasi oleh konsep arisan di Indonesia, Mapan, menargetkan bisnis mereka untuk memberdayakan komunitas perempuan dan membantu mereka meningkatkan pendapatan mereka.
Ardelia Apti selaku CEO Mapan mengatakan bahwa ia sangatlah menyadari adanya kesenjangan pendanaan terjadi pada perempuan. Menurutnya, para perempuan yang tidak memiliki penghasilan akan mengalami kesulitan dalam membangun usahanya sendiri.
“Kami menciptakan ruang di mana arisan dapat menjadi tempat bagi mereka untuk memperoleh penghasilan – sebagai pemimpin kelompok – sekaligus menjadi pemimpin dalam literasi finansial bagi para anggota arisan di sekitar mereka,” ujar Ardelia Apti.
Di sisi lain, Grace Thahir selaku Co-Founder Medico & Everest Media juga membagikan pengalamannya sebagai kreator konten wanita.
“Jika kita tidak memiliki media sosial hari ini, saya pikir saya tidak akan dipekerjakan oleh industri media untuk tampil di depan layar. Media sosial telah memberi lebih banyak pilihan yang lebih baik bagi anak-anak dan perempuan yang lebih muda. Mereka tidak harus dipaksa makan dengan satu gambar tertentu,” ujar Grace Thahir.
“Sebagai kreator konten, saya harus memberi pengaruh yang positif, tidak hanya di antara teman-teman saya tetapi juga untuk generasi berikutnya. Saya pikir lebih banyak pembuat konten wanita yang juga melakukan itu,” ungkapnya.