Beberapa minggu belakangan mungkin kamu melihat banyak orang yang duduk di depan rumahnya... untuk menikmati sinar matahari pagi. Pasalnya, ada kabar yang beredar sinar matahari bisa mematikan virus Corona terbaru, COVID-19. Benarkah?
Dalam sebuah tulisan di BBC Future baru-baru ini, pertanyaan tentang apakah sinar matahari bisa mematikan virus Corona tidak bisa dijawab dengan "iya" atau "tidak". Pasalnya, masih belum ada penelitian dan bukti sains yang cukup untuk mendukung hal tersebut.
Apa Saja Jenis Sinar yang Dipancarkan oleh Matahari?
Lebih lanjut, tulisan tersebut juga menerangkan bahwa ada tiga sinar yang dipancarkan oleh matahari. Pertama adalah UVA, yang merupakan radiasi ultraviolet terbanyak yang paling banyak mencapai permukaan Bumi dan mampu menembus kulit. Inilah yang disebut-sebut sebagai salah satu penyebab kerutan atau bintik-bintik hitam di wajah. Kedua, ada UVB, yang bisa merusak DNA kulit, membuat kulit terbakar dan bisa berakhir dengan kanker kulit. Untungnya, pemakaian tabir surya yang bagus bisa melindungi kulitmu dari dua sinar ini.
Nah, yang ketiga: UVC, cahaya dengan gelombang yang lebih energik dan pendek. Akan tetapi, sinar ini sulit sekali menyentuh kulit kita karena sebagian besar sudah disaring di lapisan ozon sebelum tiba di Bumi. Inilah jenis cahaya matahari yang disebut-sebut bisa memusnahkan material genetik, baik itu yang terdapat di manusia atau partikel lain.
Sejak mengetahui hal tersebut, UVC digunakan oleh para ilmuwan untuk membunuh mikroorganisme. UVC pun diproduksi secara artifisial dan dipakai untuk mensterilkan banyak hal, seperti ruangan di rumah sakit, pesawat, dan pabrik-pabrik. Tidak hanya itu, UVC juga digunakan untuk mensanitasi air minum.
Di dunia medis, beberapa studi memperlihatkan bahwa UVC bisa digunakan untuk melawan jenis virus Corona lain, yakni Sars. Cara kerjanya: cahaya ini mencegah partikel-partikel penting virus menggandakan diri dengan membungkus materi genetik mereka. Nah, inilah asal-muasal UVC dalam bentuk konsentrat menjadi bagian dari alat yang dipakai untuk memerangi COVID-19. Di China misalnya, menggunakan UVC artifisial untuk membersihkan bus, lantai rumah sakit, dan uang.
Namun, satu hal yang jarang orang tahu, yakni UVC bisa membakar kulit dengan cepat (bahkan lebih cepat dari UVB). Itulah sebabnya, para tenaga yang menyemprotkan UVC di rumah sakit atau transportasi publik biasanya sudah terlebih dahulu sudah menjalani pelatihan dan mengenakan alat tertentu.
Namun berita gembiranya: baru-baru peneliti menemukan sebuah tipe UVC baru yang tidak berbahaya untuk kulit tapi tetap bisa mematikan virus dan bakteri. Namanya, Far-UVC. Meski masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut, bukti yang ada memperlihatkan bahwa Far-UVC tidak merusak DNA kulit. Akan tetapi, masih sedikit peralatan atau lampu di pasaran yang memakai sinar ini.
Jadi, Apakah Sinar Matahari Bisa Mematikan COVID-19?
Jawaban pendeknya: bisa jadi. Akan tetapi, permasalahannya adalah kita belum seberapa banyak frekuensi dan intensitas yang dibutuhkan agar UVA-UVB tersebut ampuh mematikan COVID-19.
Pada penelitian yang berhubungan dengan Sars (saudara dekat COVID-19) memang ditemukan bahwa jika virus Sars terpapar UVA selama 15 menit, maka kekuatan infeksi virus tersebut bisa berkurang. Akan tetapi penelitian ini hanya fokus pada UVA, dan sama sekali tidak menyebut-nyebut sinar UVB.
Dan seperti yang disebutkan di atas, belum ada bukti yang cukup untuk memastikan bahwa sinar matahari bisa mematikan COVID-19. Kita juga belum tahu seberapa banyak jumlah dan kekuatan yang dibutuhkan agar sinar matahari bisa melakukannya. Dan seperti yang kita tahu, bahwa jumlah sinar matahari sangat bervariasi, tergantung waktu, cuaca, musim dan di mana kamu tinggal. Plus, kita juga harus ingat bahwa terlalu lama terpapar sinar matahari bisa membuat kulit rusak dan meningkatkan risiko terkena kanker kulit.
Jadi, sambil menunggu ada bukti lebih lanjut dan dalam tentang manfaat sinar matahari dalam memerangi COVID-19, jangan terlalu mengandalkan metode ini, ya untuk mencegah terinfeksi virus Corona. Untuk lebih aman, tetap lakukan apa yang disarankan oleh para ahli: cuci tangan teratur, jangan menyentuh wajah, tutup mulut dan hidung ketika bersin/batuk dengan tisu atau bagian lengan, jaga jarak aman (minimal 1 meter), makan sehat/minum air yang cukup, olahraga dan sebisa mungkin tetaplah tinggal di rumah.
Sumber foto utama: Unsplash.com/ Alexander Kovacs