Pernah tidak terpikirkan berapa banyak brand yang kamu telah temui dalam hidup? Mungkin, kamu juga telah menjalin hubungan emosional yang istimewa dengan brand-brand tersebut.
Ada juga brand yang kerap kali mengecewakan, sehingga memilih untuk berpindah ke brand lain. Ada juga brand yang dikenal karena secara turun-temurun keluarga sudah menggunakan brand tersebut.
Akan tetapi, sebetulnya di umur berapa seseorang mulai berkenalan dan mulai mengerti kehadiran brand di kehidupan mereka? Apa arti brand bagi anak-anak? Apakah anak-anak berperilaku sama ketika mereka mengonsumsi sebuah brand?
Dalam buku berjudul “Consuming Kids: The Commercialization of Childhood”, Lucy Hughes berkata bahwa anak-anak adalah konsumen di masa mendatang. Jadi, ada baiknya bagi brand untuk mulai berbicara dan berkenalan dengan mereka.
Menurut Hughes, ketika brand berhasil membangun hubungan baik dengan konsumen ketika mereka masih anak-anak, maka dengan menjaga hubungan baik tersebut ke depannya konsumen itu akan menjadi pelanggan dari brand tersebut.
Penjelasan ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Susan Fournier dan rekan-rekannya pada 1989, yang menjelaskan bahwa konsumen menjalin hubungan dengan suatu brand selama masa hidupnya. Bahkan, konsumen memulai hubungan ini ketika mereka masih di umur kanak-kanak.
Menurut penelitian dari John D. R berjudul “Consumer Socialization of children: a retrospective look at twenty-five years of research”, yang dipublikasikan di Journal of Consumer Research pada 1999, anak-anak sudah mulai mengenal brand ketika mereka berumur tiga tahun.
Di umur ini anak-anak sudah mampu untuk mengingat, mengetahui kategori brand tersebut, menyebutkan informasi penting dari brand, seperti bahan-bahan yang terkandung di dalam produk, dan di umur ini mereka mulai meminta suatu produk dengan menyebutkan nama brand-nya.
Di penelitian lain, anak-anak bahkan mampu mengerti makna simbolik dari sebuah brand. Contohnya, mereka membangun stereotype seseorang dari brand yang mereka kenakan.
Seperti dalam penelitian Elliot dan Leonard (2004), mereka menemukan bahwa anak-anak menganggap bahwa setiap orang itu berbeda tergantung dengan sepatu sneakers yang mereka kenakan. Mereka cenderung memilih untuk berbicara dengan seseorang yang mengenakan sepatu dengan brand yang mereka tahu dan kenal, dibandingkan seseorang yang mengenakan sepatu tanpa brand.
Dalam hal definisi, tidak pernah mudah, bahkan bagi orang dewasa untuk tahu pasti apa definisi brand. Akan tetapi, dalam penelitian yang dipublikasikan di Journal of Consumer Marketing, Alberto Lopez dan Rachel Rodriguez menemukan definisi brand bagi anak-anak.
Brand menurut anak-anak adalah sebuah pembeda yang bisa dilihat dari komponen visual dari brand, simbol-simbol brand dan aktivitas promosi brand. Contohnya seorang anak berumur 9 tahun yang diwawancara sebagai salah satu narasumber di penelitian tersebut mengatakan sambil menunjuk logo GAP di kausnya.
“Ini, ini Logo,” katanya.
Berbeda dengan orang dewasa, anak-anak sebagai calon konsumen tidak selamanya bisa mengambil keputusannya sendiri. Mulai dari orang tua, media massa, media sosial, sekolah, hingga teman-teman sebayanya, berperan penting dalam pengambilan keputusan anak-anak untuk membeli brand.
Namun, karena banyaknya informasi di media sosial seperti saat ini, anak-anak pun menjadi lebih tahu dengan apa yang mereka mau. Bahkan, banyak dari mereka yang malah menjadi penasihat orang tuanya ketika harus memilih brand tertentu.
Ada hal menarik dari hasil penelitian Alberto Lopez dan Rachel Rodriguez pada 2018. Berbeda dengan orang dewasa, perpisahan hubungan anak-anak dengan brand tidak selamanya karena adanya hubungan yang rusak karena ketidakpuasan atau kekecewaan. Banyak anak-anak yang memutuskan hubungannya dengan brand, karena mereka beranjak dewasa.
Bahwa brand tersebut tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan mereka yang sudah tidak anak-anak lagi. Perpisahan yang cenderung lebih mudah dibandingkan pemutusan hubungan konsumen dewasa dengan brand ini menyebabkan konsumen kembali lagi ke masa-masa kecil mereka dan mengonsumsi kembali brand tersebut.
Ini juga yang bisa memengaruhi bagaimana orang tua memilih brand bagi anak-anaknya. Karena, mereka pernah memiliki hubungan baik dengan brand tersebut. Menarik bahwa brand sudah ada dalam hidup seseorang, bahkan ketika masih anak-anak.
Walaupun anak-anak hari ini bisa mengakses informasi secara mudah terkait brand yang diinginkan, anak-anak tetap butuh orang tua untuk mendampingi dalam memproses informasi tentang brand dan dalam proses pengambilan keputusan mereka untuk membeli atau tidak suatu brand yang diinginkan.