Ladiestory.id - Air kemasan yang banyak dijual di toko-toko, ternyata dapat mengandung 10 hingga 100 kali lebih banyak potongan plastik dibandingkan perkiraan sebelumnya. Dengan lebar rata-rata 1.000 dari rambut manusia, nanoplastik berukuran sangat kecil sehingga dapat bermigrasi melalui jaringan saluran pencernaan atau paru-paru ke dalam aliran darah, menyebarkan bahan kimia sintetis yang berpotensi berbahaya ke seluruh tubuh dan ke dalam sel, kata para ahli.
Melansir CNN, dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa satu liter air setara dengan dua air kemasan ukuran standar dan mengandung rata-rata 240.000 partikel plastik dari tujuh jenis plastik, dimana 90% di antaranya diidentifikasi sebagai nanoplastik dan sisanya adalah mikroplastik.
Dalam studi terbaru yang diterbitkan pada Januari 2024 di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, peneliti dari Columbia University mempresentasikan teknologi baru yang dapat melihat, menghitung, dan menganalisis struktur kimia nanopartikel dalam air kemasan.
Namun, teknologi baru ini sebenarnya mampu melihat jutaan nanopartikel di dalam air, yang bisa berupa nanopartikel anorganik, partikel organik, dan beberapa partikel plastik lainnya yang tidak termasuk dalam tujuh jenis plastik utama.
“Semua bahan kimia tersebut digunakan dalam pembuatan plastik, jadi jika plastik masuk ke dalam tubuh kita, maka bahan kimia tersebut akan ikut terbawa. Dan karena suhu tubuh lebih tinggi dibandingkan suhu di luar, bahan kimia tersebut akan bermigrasi keluar dari plastik dan berakhir di tubuh kita,” kata Sherri “Sam” Mason, direktur keberlanjutan di Penn State Behrend di Erie, Pennsylvania.
“Bahan kimia tersebut dapat dibawa ke hati, ginjal, dan otak Anda dan bahkan melewati batas plasenta dan berakhir pada bayi yang belum lahir,” sambung Mason.
Selain bahan kimia dan logam beracun yang mungkin terkandung dalam plastik, hal lain yang belum diteliti adalah apakah polimer plastik itu sendiri juga membahayakan tubuh.
“Garis depan baru dalam plastik adalah memahami polimer – bagian plastik dari plastik,” terang Mason.
“Kemampuan kami untuk memahami potensi dampak polimer terhadap kesehatan manusia sangat terbatas karena kami belum mampu mendeteksi hingga tingkat tersebut. Sekarang, dengan pendekatan baru ini, kami dapat mulai melakukan hal tersebut,” tuturnya.